Kemenlu Dorong Implementasi Pengarusutamaan Gender dalam Diplomasi RI

By Abdi Satria


​nusakini.com-Windhoek-Kementerian Luar Negeri berkomitmen terhadap Pengarusutamaan Gender (PUG), yang tercermin dari penerbitan Peraturan dan Keputusan Menlu untuk implementasi PUG dalam diplomasi. Hal itu terungkap dalam pertemuan virtual tentang Pengarusutamaan Gender dan Pencapaian Misi Diplomasi RI, yang diselenggarakan oleh KBRI Windhoek, Namibia.

Duta Besar RI di Windhoek-Namibia, Y.M. Wisnu Edi Pratignyo, mengatakan bahwa Perwakilan RI sebagai bagian satuan kerja Kemenlu di luar negeri, mengintegrasikan aspek gender dalam penyusunan program dan pelaksanaan berbagai misi diplomasi, salah satunya melalui partisipasi organisasi DWP di Perwakilan RI. "Dalam hal PUG, DWP di Perwakilan RI turut mendukung diplomasi melalui promosi seni budaya. Untuk itu DWP juga perlu paham dan dilibatkan dalam merancang dan melaksanakan serta evaluasi kegiatan perwakilan," ungkap Dubes Wisnu.

Pertemuan virtual PUG menghadirkan narasumber Duta Besar Siti Nugraha Mauludiah, Ketua Pokja PUG Kemenlu dan Dermawan, Asisten Deputi PUG Bidang Politik dan Hukum, Kementerian PPPA.

Dubes Siti mengungkapkan bahwa kebijakan PUG harus melekat dalam kebijakan internal Kemenlu maupun dalam program diplomasi. “Dalam konteks kebijakan kepegawaian, jumlah pegawai perempuan di Kemenlu semakin meningkat sehingga perlu kebijakan kepegawaian yang gender responsive. Sementara dalam area diplomasi, aspek gender dapat dimunculkan dalam aktivitas kerja sama bilateral, misalnya dalam MoU kesehatan, memiliki cakupan kerja sama kesehatan ibu dan anak," jelas Dubes Siti.

Asisten Deputi PUG, Kementerian PPPA, menjelaskan bahwa Indonesia telah mengalami pencapaian yang baik dalam PUG. “Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia meningkat dari 89,42 (tahun 2010) menjadi 91,06 (tahun 2020) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia juga meningkat dari 68,15 (tahun 2010) menjadi 75,57 (tahun 2020)," papar Dermawan dalam penjelasannya.

Dermawan tidak menampik bahwa hingga saat ini masih terdapat kesenjangan gender di masyarakat dan perlu perubahan pola pikir masyarakat terhadap kebijakan dan program pemerintah dengan memasukan aspek gender.

“Kesenjangan gender masih ditemukan di beberapa peraturan yang cenderung menempatkan perempuan sebagai subyek atau korban. Untuk mengubah hal itu, perlu mengubah pola pikir masyarakat dalam melihat suatu kebijakan dan program dengan lensa gender. masyarakat juga harus menghindari perilaku yang membentuk pandangan stereotype terhadap suatu peran dan relasinya dengan gender," kata Dermawan.

Dalam sesi diskusi dibahas beberapa hal, antara lain, mengenai pembagian peran diplomat perempuan dalam bertugas dan berkeluarga serta upaya mengkaji perkembangan organisasi dan kebijakan luar negeri dari aspek gender. Kegiatan bimtek ditutup oleh Ketua DWP KBRI Windhoek, Anti Riantini Pratignyo yang menyampaikan bahwa DWP turut berperan dalam pelaksanaan misi diplomasi Perwakilan RI yang bertujuan meningkatkan citra positif Indonesia di luar negeri seperti dalam promosi budaya maupun kegiatan sosial.(rls)